Dalam pelajaran Bahasa Indonesia, ada satu kegiatan yang sering membuat siswa harus benar-benar turun langsung ke lapangan: observasi. Bukan sekadar mengerjakan tugas, observasi sejatinya adalah cara belajar untuk membuka mata dan telinga terhadap dunia nyata.
Mengamati tanaman di halaman sekolah, memperhatikan lalu lintas di depan gerbang, atau mencatat aktivitas kantin, semuanya bisa menjadi bahan laporan. Dari kegiatan sederhana itu, siswa SMP belajar bahwa ilmu tidak hanya ada di buku, tetapi juga bertebaran di sekitar mereka.
Observasi melatih keterampilan penting: mencatat fakta, membedakan opini, dan menyusun informasi secara runtut. Ketika menulis teks laporan, anak-anak belajar menuliskan apa yang benar-benar terjadi, bukan sekadar perasaan atau dugaan. Inilah dasar dari berpikir kritis sekaligus jujur dalam menyampaikan informasi.
Lebih jauh, kegiatan ini juga melatih kesabaran dan ketelitian. Tidak semua yang diamati langsung terlihat jelas. Kadang siswa harus mencatat berulang kali, memperhatikan detail kecil, atau bahkan membandingkan dengan pengamatan teman lain. Proses inilah yang membentuk karakter teliti dan tidak tergesa-gesa dalam mengambil kesimpulan.
Bagi guru, observasi bukan hanya media pembelajaran, melainkan juga cara mendekatkan siswa dengan realitas. Bagi siswa, observasi adalah pengalaman yang membuat mereka lebih peka: terhadap lingkungan, terhadap sesama, bahkan terhadap dirinya sendiri.
Maka, ketika anak-anak diminta melakukan observasi untuk teks laporan, mari kita dorong mereka untuk melihatnya bukan sekadar tugas. Ini adalah latihan hidup—belajar menyimak, mencatat, dan memahami dunia dengan lebih jernih.